RISALAH. PAMEKASAN – Tangis Bahriyah (71 tahun) nenek buta lanjut usia di Pamekasan semakin tak terbendung usai dirinya menerima surat jadi tersangka dalam kasus dugaan penyerobotan tanah.
Dari rawut wajah dan kulit tubuhnya yang sudah kriput, nenek berusia 71 tahun yang sudah seharusnya banyak beristirahat ini malah harus berhadapan dengan jeruji besi.
Saat ini, Nenek Bahriyah asal Kelurahan Gladak Anyar, Kecamatan Pamekasan, kabupaten Pamekasan hanya bisa meneteskan air mata saat menerima surat sebagai tersangka yang diterimanya pada 22 Maret 2024.
Tangis Nenek tua buta dan tak berdosa ini pun semakin tak terbendung saat ditemui dan diwawancarai sejumlah wartawan di kediamannya, pada Senin (25/3/2024).
Dia menjerit meminta keadilan kepada pihak aparat penegak hukum.
“Ghule minta keadilan pak polisi, (saya minta keadilan pak polisi),” ujar nenek tua renta dan buta ini saat didatangi wartawan. Senin (25/3/2024).
Menurut Nenek ini, pihaknya tidak pernah menjual tanah miliknya, apalagi sampai mau menyerobotnya.
“Ghule tak pernah ajuwel tanah pak. Napapole pas nyarobot tanana oreng (saya tidak pernah menjual tanah pak. Apalagi melakukan penyerobotan tanahnya orang,” tangis Bahriyah kepada wartawan.
Nenek Bahriyah yang matanya sudah tak bisa lagi melihat ini merasa dizolimi oleh oknum yang mengkriminalisasi dirinya.
Sambung dengan berita sebelumnya, bahwa nenek Bahriyah ini diduga jadi korban kriminalisasi oknum penyidik Polres Pamekasan terkait kasus dugaan penyerobotan tanah yang dilaporkan atas nama titik yang bersuamikan anggota Polisi.
Nenek tak berdosa pemilik tanah sah sesuai Leter C Nomor 2208, Blok IIa, Kelas V Luas 0,223 da tersebut kini dijadikan tersangka tanpa dasar hukum yang kuat.
Padahal, sejak memperoleh hibah dari orang tuanya pada tahun 1975 hingga sekarang, tanah tersebut tidak pernah ada perubahan data kepada orang lain, termasuk kepada Haji Fathollah Anwar maupun kepada ahli warisnya yang saat ini menjadi pelapor.
Bahkan Bahriyah selalu membayar pajak bangunan sejak mendapatkan hibah dari orang tuanya.
Kendati begitu, pada tahun 2016 -2019, SPPT PBB-Nya tanah milik nenek Lansia tersebut tiba tiba berganti ke atas nama Titik (pelapor) yang diduga secara illegal tanpa izin maupun tanpa adanya peralihan, baik jual beli atau peralihan lainnya.
Namun celakanya, penyertifikatan SHM No. 1817 a.n. Haji Fathollah Anwar justru menggunakan Letter C Desa No. 2208 atas nama Bahriyah (tersangka).
Bahriyah mengaku tidak pernah menjual kepada siapapun tanah yang didapat dari orang tuanya.
Kendati begitu, pada tahun 2016 -2019, SPPT PBB-Nya tanah milik nenek Lansia tersebut tiba tiba berganti ke atas nama Titik (pelapor) yang diduga secara illegal tanpa izin maupun tanpa adanya peralihan, baik jual beli atau peralihan lainnya. Kemudian, pada tahun 2020 diganti nama lagi kepada Bahriyah selaku pemilik sah tanah.