RISALAH. JAKARTA – Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan bahwa partainya sejak awal menolak sistem proporsional tertutup karena sistem itu merampas hak rakyat.
“Saya ingin menggaris bawahi, pertama jangan sampai ada hak rakyat dalam kehidupan demokrasi ini yang dirampas, jika terjadi pemilu tertutup, maka rakyat tidak bisa memilih langsung wakil-wakil rakyatnya. Padahal kita ingin semua menggunakan haknya dan tidak seperti membeli kucing dalam karung,” tegas AHY saat konferensi pertemuan 8 parpol di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Minggu. (08/01/2023).
Ia berharap siapa pun pemimpin yang terpilih nanti dapat membawa perubahan. “Kita berharap pada saatnya para wakil rakyat dan pemimpin yang terpilih benar-benar bisa membawa perubahan,” ujarnya.
Dia juga berharap sistem terbuka proporsional bisa tetap dijalankan sesuai dengan UU yang berlaku saat ini.
Dia menambahkan, dengan sistem proporsional tertutup atau mencoblos nama partai tentunya dapat meruntuhkan semangat para kader.
AHY mengapresiasi pertemuan delapan partai yang diinisiasi oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto tersebut.
Sebelumnya, pertemuan delapan elite partai politik mengeluarkan pernyataan sikap soal sistem proporsional tertutup dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Hadir dalam pertemuan itu, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketum PAN Zulkifli Hasan.
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh tidak hadir dan diwakili oleh Sekjen Johnny G Plate dan Waketum Ahmad Ali. Begitu juga dengan Plt Ketum PPP Muhammad Mardiono tidak hadir diwakili oleh Waketum Amir Uskara.
Sementara Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan elite Gerindra tidak hadir. Namun, kata Airlangga, Partai Gerindra sepakat dengan kesepakatan 7 parpol yang hadir.
Airlangga kemudian membacakan lima poin hasil kesepakatan delapan parpol tersebut. Pertama, mereka menolak sistem proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi.
“Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi kita. Di lain pihak sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat, di mana rakyat dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik. Kami tidak ingin demokrasi mundur,” kata Airlangga.
Kedua, 8 parpol sepakat bahwa sistem pemilu dengan proporsional terbuka merupakan pilihan yang tepat dan telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008.
“Sistem ini sudah dijalankan dalam tiga kali pemilu dan gugatan terhadap yurisprudensi akan menjadi preseden yang buruk bagi hukum Indonesia dan tidak sejalan dengan asas nebis in idem,” paparnya.